01 April 2014

STRUKTUR DAN POLA RUANG KOTA


 1.      Pengertian struktur ruang kota
Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman, sistem jaringan serta sistem  prasarana  maupun  sarana.  Semua  hal  itu  berfungsi  sebagai  pendukung kegiatan sosial-ekonomi yang secara hirarki berhubungan fungsional. Tata ruang merupakan wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang baik yang direncanakan maupun tidak. Wujud struktural pemanfaatan ruang adalah susunan unsur-unsur pembentuk rona lingkungan alam, lingkungan sosial, dan lingkungan buatan yang secara hirarkis dan struktural berhubungan satu dengan yang lainnya membentuk tata ruang. Dalam suatu kota terdapat hierarki pusat pelayanan kegiatan perkotaan, seperti pusat kota, pusat bagian wilayah kota, dan pusat lingkungan yang ditunjang dengan sistem prasarana jalan seperti jalan arteri, jalan kolektor dan jalan lokal.

Ilm Struktur   Ruang   Kota   merupakan   ilm yang   membahas   tentang bagaimana pola-pola penggunaan lahan di kawasan kota. Menurut Hadi Sabari Yunus dalam buku Struktur Ruang Kota (2000) berpendapat bahwa ada 5 (lima) kategorisasi pendekatan-pendekatan tentang penggunaan lahan kota, yaitu:
·         Pendekatan Ekologikal (Ecological Approach).
·         Pendekatan Ekonomi (Economic Approach).
·         Pendekatan Morfologikal (Urban Morphological Approach).
·         Pendekatan Sistem Kegiatan (Activity Systems Approach).
·         Pendekatan Ekologi Faktoral (Factoral Ecology Approach).

Pendekatan  Ekologikal  oleh  McKenzie  (1925)  diartikannya  sebagai  suatu studi hubungan spatial dan temporal dari manusia yang dipengaruhi oleh kekuatan, selektif, distributif, dan akomodatif dari pada lingkungan. Pendekatan Ekonomi oleh Cooley (1894) dan Weber (1895) mengemukakan bahwa jalur transportasi dan titik simpul (pertemuan beberapa jalur transportasi) dalam suatu sistem transportasi mempunyai peran yang cukup besar terhadap perkembangan kota. Pendekatan Morfologi Kota oleh (Hebert, 1973) mengemukakan bahwa tinjauan terhadap morfologi kota ditekankan pada bentuk-bentuk fisikal dari lingkungan kekotaan dan hal ini dapat diamati dari kenampakan kota secara fisikal yang antara lain tercermin pada sistem jalan-jalan yang ada, blok-blok bangunan baik daerah hunian maupun bukan (perdagangan/industri) dan juga bangunan-bangunan individual. Pendekatan Sistem Kegiatan (Chapin, 1965) diartikan secara komprehensif sebagai suatu upaya untuk memahami pola-pola perilaku dari perorangan, lembaga-lembaga dan firma- firm yang   mengakibatkan   terciptanya   pola-pola   keruangan   di   dalam   kota. Pendekatan   Ekologi   Faktoral,   hal   ini   digunakan   untuk   menganalisi struktur keruangan kota (urban spatial structure) dengan menggunakan analisis faktor sebagai tekniknya.

Secara konsepsional, unsur-unsur pembentuk struktur tata ruang kota telah dikemukakan oleh banyak pakar. Menurut Doxiadis, perkotaan atau permukiman kota merupakan totalitas lingkungan yang terbentuk oleh 5 unsur, yakni alam (nature), individu manusia (antropos), masyarakat (society), ruang kehidupan (shells), dan jaringan (network). Dalam perspektif yang berbeda, menurut Patrick Geddes, karakteristik permukiman sebagai suatu kawasan memiliki unsur yaitu place (tempat tinggal); work (tempat kerja); folk (tempat bermasyarakat).

Kus Hadinoto (1970-an) mengadaptasinya menjadi 5 unsur pokok, yaitu wisma, tempat tinggal (perumahan); karya: tempat bekerja (kegiatan usaha); marga, jaringan pergerakan, jalan; suka, tempat rekreasi/hiburan; penyempurna, prasarana dan sarana. Unsur pembentuk struktur tata ruang kota dapat pula dipahami secara persepsional seperti dikemukakan oleh Kevin Lynch yang menyatakan sifat suatu objek fisik menyebabkan kemungkinan besar membuat citra (image) yang kuat pada setiap orang. Menurutnya ada lima unsur dalam gambaran mengenai kota yaitu path, edge, district, node, dan landmark. Sebagai wujud struktural pemanfaatan ruang, kota terdiri dari susunan unsur-unsur pembentuk kawasan perkotaan secara hierarkis dan struktural  yang  berhubungan  satu  dengan  lainnya  membentuk  tata  ruang  kota. Adapun elemen-elemen yang membentuk struktur ruang kota (Sinulingga, 2005:97) yaitu:

·    Kumpulan dari pelayanan jasa termasuk di dalamnya perdagangan, pemerintahan, keuangan yang cenderung terdistribusi secara berkelompok dalam pusat pelayanan.
·       Kumpulan dari industri sekunder (manufaktur) pergudangan dan perdagangan grosir yang cenderung untuk berkumpul pada suatu tempat.
·   Lingkungan permukiman sebagai tempat tinggal dari manusia dan ruang terbuka hijau.
·         Jaringan transportasi yang menghubungkan ketiga tempat di atas.

2.      Bentuk dan model struktur ruang
Bentuk  struktur  ruang  kota  apabila  ditinjau  dari  pusat  pelayanan  (retail)
terbagi menjadi tiga, yaitu (Sinulingga, 2005:103-105):
(a)     Monocentric City
Monocentric City adalah kota yang belum berkembang pesat, jumlah penduduknya belum banyak, dan hanya mempunyai satu pusat pelayanan yang sekaligus berfungsi sebagai Central Bussines District (CBD).
(b)     Polycentric City
Perkembangan kota mengakibatkan pelayanan oleh satu pusat pelayanan tidak efisien lagi. Kota-kota yang bertambah besar membutuhkan lebih dari satu pusat pelayanan yang jumlahnya tergantung pada jumlah penduduk kota. Fungsi pelayanan CBD diambil alih oleh pusat pelayanan baru yang dinamakan sub pusat kota (regional centre) atau pusat bagian wilayah kota.
Sementara itu secara berangsur- angsur berubah dari pusat pelayanan retail (eceran) menjadi komplek perkantoran komersial yang daya jangkauan pelayanannya dapat mencakup bukan hanya wilayah kota saja, tetapi wilayah sekeliling kota yang disebut juga wilayah pengaruh kota.
CBD  dan  beberapa  sub  pusat  kota  atau  pusat  bagian  wilayah  kota (regional centre) akan membentuk kota menjadi polycentric city atau cenderung seperti multiple nuclei city yang terdiri dari:
·         CBD, yaitu pusat kota lama yang telah menjadi kompleks perkantoran.
·    Inner  suburb  (kawasan  sekeliling  CBD),  yaitu  bagian  kota  yang tadinya dilayani oleh CBD waktu kota belum berkembang dan setelah berkembang sebagian masih dilayani oleh CBD tetapi sebagian lagi dilayani oleh sub pusat kota.
·   Sub pusat kota, yaitu pusat pelayanan yang kemudian tumbuh sesuai perkembangan kota.
·   Outer suburb (pinggiran kota), yaitu bagian yang merupakan perluasan wilayah kegiatan kota dan dilayani sepenuhnya oleh sub pusat kota.
·        Urban fringe (kawasan perbatasan kota), yaitu pinggiran kota yang secara berangsur-angsur tidak menunjukkan kota lagi, melainkan mengarah ke bentuk pedesaan (rural area).
(c)      Kota Metropolitan
Kota Metropolitan adalah kota besar yang dikelilingi oleh kota-kota satelit yang terpisah cukup jauh dengan urban fringe dari kota tersebut, tetapi semuanya membentuk satu kesatuan sistem dalam pelayanan penduduk wilayah metropolitan. Adapun model struktur ruang apabila dilihat berdasarkan pusat-pusat pelayanan diantaranya adalah:
·         Mono Centered
Terdiri dari satu pusat dan beberapa sub pusat yang tidak saling terhubung antara sub pusat yang satu dengan sub pusat yang lain.
·         Multi Nodal
Terdiri dari satu pusat dan beberapa sub pusat daan sub-sub pusat yang saling terhubung satu sama lain. Sub-sub pusat selain terhubung langsung dengan sub pusat juga terhubung langsung dengan pusat.
·         Multi Centered
Terdiri dari beberapa pusat dan sub pusat yang saling terhubung satu sama lain.
·         Non Centered





Gambar 2.1 Model Struktur Ruang
Sumber: Sinulingga (2005)



Selain itu beberapa penulis juga menggolongkan tipologi struktur ruang sebagaimana pada Gambar 2.2.


Gambar 2.2  Tipologi Struktur Ruang
Sumber: Wiegen (2005)

3.      Perkembangan Kota dan Struktur Ruang
Perkembangan perkotaan adalah suatu proses perubahan keadaan perkotaan dari suatu keadaan ke keadaan yang lain dalam waktu yang berbeda. Sorotan perubahan keadaan tersebut biasanya didasarkan pada waktu yang berbeda dan untuk menganalisis ruang yang sama. Menurut J.H.Goode dalam Daldjoeni (1996:87), perkembang kota dipandang sebagai fungsi dari pada faktor-faktor jumlah penduduk, penguasaan alat atau lingkungan, kemajuan teknologi dan kemajuan dalam organisasi sosial. Sedangkan menurut Bintarto (1989), perkembangan kota dapat dilihat dari aspek zona-zona yang berada di dalam wilayah perkotaan.
Dalam konsep ini Bintarto menjelasakan perkembangan kota tersebut terlihat dari penggunaan yang membentuk zona-zona tertentu di dalam ruang perkotaan sedangkan menurut Branch (1995), bentuk kota secara keseluruhan mencerminkan posisinya secara geografis dan karakteristik tempatnya. Branch juga mengemukakan contoh pola-pola perkembangan kota pada medan datar dalam bentuk ilustrasi seperti:
1.   Tofografi.
2.   Bangunan.
3.   Jalur Transportasi.
4.   Ruang Terbuka.
5.   Kepadatan Bangunan.
6.   Iklim Lokal.
7.   Vegetasi Tutupan.
8.   Kualitas Estetika.

Secara  skematik  Branch,  menggambar  6  (enam)  pola  perkembangan  kota
(Gambar 2.3).


Gambar 2.3 Pola Umum Perkembangan Perkotaan
Sumber: Branch, 1996
Berdasarkan pada penampakan morfologi kota serta jenis penyebaran areal perkotaan yang ada, Hudson dalam Yunus (1999), mengemukakan beberapa alternatif model bentuk kota.
Secara garis besar ada 7 (tujuh) buah model bentuk kota yang disarankan, yaitu:
1.   Bentuk Satelit dan Pusat-pusat Baru (satelite and neighbour plans), kota utama dengan kota-kota kecil akan dijalin hubungan pertalian fungsional yang efektif dan efisien.
2.   Bentuk Stellar atau Radial (stellar or radial plans), tiap lidah dibentuk pusat kegiatan kedua yang berfungsi memberi pelayanan pada areal perkotaan yang menjorok ke dalam direncanakan sebagai jalur hijau dan berfungsi sebagai paru-paru kota, tempat rekreasi dan tempat olah raga bagi penduduk kota.
3.   Bentuk Cincin (circuit linier or ring plans), kota berkembang disepanjang jalan utama yang melingkar, di bagian tengah wilayah dipertahankan sebagai daerah hijau terbuka.
4.   Bentuk Linier Bermanik (bealded linier plans), pusat perkotaan yang lebih kecil  tumbuh  di  bagian  kanan-kiri  pusat  perkotaan  utamanya, pertumbuhan perkotaan hanya terbatas di sepanjang jalan utama maka pola umumnya linier, di pinggir jalan biasanya ditempati bangunan komersial dan di belakangnya ditempati permukiman penduduk.
5. Bentuk Inti/Kompak (the core or compact plans), perkembangan kota biasanya lebih didominasi oleh perkembangan vertikal sehingga memungkinkan terciptanya konsentrasi banyak bangunan pada areal kecil.
6. Bentuk  Kota  Bawah  Tanah  (underground  city  plans),  struktur perkotaannya dibangun di bawah permukaan bumi sehingga kenampakan morfologinya tidak dapat diamati pada permukaan bumi, di daerah atasnya berfungsi sebagai jalur hijau atau daerah pertanian yang tetap hijau.




Bentuk-bentuk kota tersebut seperti terlihat pada Gambar 2.4.


Gambar 2.4 Beberapa Alternatif Bentuk Kota
Sumber: Hudson, 1999