13 Februari 2011

ARSITEKTUR RUMAH ADAT BUGIS, SULAWESI SELATAN

Bugis merupakan kelompok etnik dengan wilayah asal Sulawesi Selatan. Penciri utama kelompok etnik ini adalah bahasa dan adat-istiadat, sehingga pendatang Melayu dan Minangkabau yang merantau ke Sulaesisejak abad ke-15 sebagai tenaga administrasi dan pedagang di Kerajaan Gowa dan telah terakulturasi, juga dikategorikan sebagai orang Bugis. Berdasarkan sensus penduduk Indonesia tahun 2000, populasi orang Bugis sebanyak sekitar enam juta jiwa. Kini orang-orang Bugis menyebar pula di berbagai provinsi Indonesia, seperti Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Papua, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan. Orang Bugis juga banyak yang merantau ke mancanegara.


Awal Mula
Bugis adalah suku yang tergolong ke dalam suku-suku Melayu Deutero. Masuk ke Nusantara setelah gelombang migrasi pertama dari daratan Asia tepatnya Yunan.
Kata "Bugis" berasal dari kata To Ugi, yang berarti orang Bugis. Penamaan "ugi" merujuk pada raja pertama kerajaan Cina yang terdapat di Pammana, Kabupaten Wajo saat ini, yaitu La Sattumpugi. Ketika rakyat La Sattumpugi menamakan dirinya, maka mereka merujuk pada raja mereka. Mereka menjuluki dirinya sebagai To Ugi atau orang-orang atau pengikut dari La Sattumpugi. La Sattumpugi adalah ayah dari We Cudai dan bersaudara dengan Batara Lattu, ayahanda dari Sawerigading. Sawerigading sendiri adalah suami dari We Cudai dan melahirkan beberapa anak termasuk La Galigo yang membuat karya sastra terbesar di dunia dengan jumlah kurang lebih 9000 halaman folio. Sawerigading Opunna Ware (Yang dipertuan di Ware) adalah kisah yang tertuang dalam karya sastra I La Galigo dalam tradisi masyarakat Bugis. Kisah Sawerigading juga dikenal dalam tradisi masyarakat Luwuk, Kaili, Gorontalo dan beberapa tradisi lain di Sulawesi seperti Buton.




Perkembangan
Dalam perkembangannya, komunitas ini berkembang dan membentuk beberapa kerajaan. Masyarakat ini kemudian mengembangkan kebudayaan, bahasa, aksara, dan pemerintahan mereka sendiri. Beberapa kerajaan Bugis klasik antara lain Luwu, Bone, Wajo, Soppeng, Suppa, Sawitto, Sidenreng dan Rappang. Meski tersebar dan membentuk suku Bugis, tapi proses pernikahan menyebabkan adanya pertalian darah dengan Makassar dan Mandar.
Saat ini orang Bugis tersebar dalam beberapa Kabupaten yaitu Luwu, Bone, Wajo, Soppeng, Sidrap,Pinrang, Barru. Daerah peralihan antara Bugis dengan Makassar adalah Bulukumba, Sinjai, Maros, Pangkajene Kepulauan. Daerah peralihan Bugis dengan Mandar adalah Kabupaten Polmas dan Pinrang. Kerajaan Luwu adalah kerajaan yang dianggap tertua bersama kerajaan Cina (yang kelak menjadi Pammana), Mario (kelak menjadi bagian Soppeng) dan Siang (daerah di Pangkajene Kepulauan).

Konsep Kosmogoni Orang Bugis
Pada postingan kemarin mengenai Budaya Bugis dalam La Galigo : Alur Teks Dalam Epik La Galigo terdapat 3 tempat yang menjadi cerita utama pada epos la galigo ini. Ketiga tempat tersebut mencakup :
1.Boting Langiq (Perkawinan Di langit yang Dilakukan Oleh We Tenriabeng)
2.Ale Kawaq (Di bumi. Keadaan-keadaan yang terjadi Dibumi)
3.Buri Liu (Peretiwi/Dunia Bawah Tanah/Laut)
Ternyata tempat tersebut bukan hanya sekedar menjadi dekor termpat berlangsungnya para tokoh didalam epos la galigo. Tetapi tempat-tempat tersebut juga mempunyai fungsi-fungsi indeksikal bagi aktifitas kehidupan manusia bugis

Dunia Makro-Mikrokosmos Orang Bugis
Dari bagan diatas terlihat bagaimana posisi ketiga dunia makro-mikrokosmos diatas tertata dalam bentuk bersusun tiga. Itu berarti eksistensi keberadaan mikrokosmos berada ditengah-tengah yang diatur dan di Kontrol oleh dunia atas dan dunia bawah. Agar dunia atas dan dunia bawah dapat memberikan kemakmuran bagi dunia tengah, maka manusia yang menghuni dunia tersebut harus tunduk dan patuh terhadap tatanan yang ada dalam dunia makrokosmos.
Dari sinilah berpangkal pandangan makro-mikrokosmos orang bugis yang memandang dunia ini menjadi 3 lapiran. Konsep tersebut berada dalam kesatuan kosmos yang stukturan dan fungsional.

Konsep Sulapaq Eppaq Wola Suji Orang Bugis

Pandangan kosmogoni orang bugis ini dengan apa yang disebut konsep Sulapaq Eppaq Wola Suji (Segi Empat Belah Ketupat). Konsep Sulapaq Eppaq adalah filsafat tertinggi orang bugis yang menjadi seluruh wujud kebudayaan dan sosialnya. Wujud Konsep Sulapaq Eppaq juga dapat dilihat dalam bentuk manusia
Rumah bugis memiliki keunikan tersendiri, dibandingkan dengan rumah panggung dari suku yang lain ( Sumatera dan Kalimantan ). Bentuknya biasanya memanjang ke belakang, dengan tanbahan disamping bangunan utama dan bagian depan [ orang bugis menyebutnya lego - lego ].


Bagaimana sebenarnya arsitektur dari rumah panggung khas bugis ini ?. Berikut adalah bagian - bagiannya utamanya :

1. Tiang utama ( alliri ). Biasanya terdiri dari 4 batang setiap barisnya. jumlahnya tergantung jumlah ruangan yang akan dibuat. tetapi pada umumnya, terdiri dari 3 / 4 baris alliri. Jadi totalnya ada 12 batang alliri.
2. Fadongko’, yaitu bagian yang bertugas sebagai penyambung dari alliri di setiap barisnya.
3. Fattoppo, yaitu bagian yang bertugas sebagai pengait paling atas dari alliri paling tengah tiap barisnya.


Dalam pandangan kosmologis Bugis, rumah tradisional mereka adalah 'mikro kosmos' dan juga merupakan refleksi dari 'makro kosmos' dan 'wujud manusia'. Tradisi Bugis menganggap bahwa Jagad Raya (makro kosmos) bersusun tiga, yaitu Boting langi (dunia atas), Ale-kawa (dunia tengah), dan Buri-liung (dunia bawah). Ketiga susun dunia itu tercermin pada bentuk rumah tradisional Bugis, yaitu:
(1) Rakkeang: loteng di atas badan rumah merupakan simbol 'dunia atas', tempat bersemayam Sange-Serri (Dewi Padi). Ruangan ini digunakan khusus untuk menyimpan padi.
(2) Watang-pola (badan rumah) simbol 'dunia tengah'. Ruangan ini merupakan tempat tinggal. Terdiri atas tiga daerah, yaitu: (a) Ruang Depan: untuk menerima tamu, tempat tidur tamu, dan tempat acara adat dan keluarga; (b) Ruang Tengah: untuk ruang tidur kepala keluarga, isteri dan anak-anak yang belum dewasa, tempat bersalin, dan ruang makan keluarga; (c) Ruang Dalam: untuk ruang tidur anak gadis dan nenek-kakek. Ada bilik tidur untuk puteri, ruang yang paling aman dan terlindung dibanding ruang luar dan ruang tengah.
(3) Awa-bola: kolong rumah tidak berdinding, simbol 'dunia bawah'. Tempat menaruh alat pertanian, kuda atau kerbau, atau tempat menenun kain sarung, bercanda, dan anak-anak bermain.
Ukuran panjang, lebar dan tinggi rumah ditentukan berdasarkan ukuran anggota tubuh - tinggi badan, depa dan siku - suami-isteri pemilik rumah. Dengan demikian, proporsi bentuk rumah merupakan refleksi kesatuan wujud fisik suami-isteri pemilik rumah.



INTISARI: Arsitektur rumah tradisional bangsawan suku Bugis di Sulawesi Selatan merupakan unsur kebudayaan nasional yang memiliki karakter bentuk fisik, fungsi dan style serta sangat erat kaitannya dengan sejarah kerajaan Bugis pada masa lalu dimana wujud fisik rumah tradisional bangsawan Bugis sangat dipengaruhi stratafikasi derajat sosial yang berlaku dimasyarakatnya. Tujuan penelitian ini mendapatkan gambaran faktor-faktor pembentuk yang berpengaruh terhadap karakter arsitektur rumah tradisional bangsawan Bugis dan ditinjau berdasarkan Spatial system, Phisical system,dan Stylistic system. Lingkup penelitian ini mencakup basis kerajaan suku Bugis di Kota Adiministratif Bone, Kabupaten Sidrap dan Kabupaten Wajo. Penelitian ini menggunakan metedologi penelitian kualitatif dengan pendekatan paradigma rasionalistik. Gambaran hasil penelitian didapatkan faktor pembentuk karakter arsitektur rumah tradisional bangsawan Bugis secara spasial tata ruang luar berada pada lahan persegi yang luas dan dominan berbentuk asimetris yang terdiri atas bangunan induk dilengkapi ruang tambahan yang terpisah dengan tegas sehingga membentuk massa bangunan yaitu lego-lego dan jongke. Pada tata ruang dalam yang juga luas dengan pengelompokan ruang berdasarkan perbedaan tinggi lantai ditandai dengan adanya tamping dan pembatas dinding yang tegas, pola tersebut tidak terdapat pada konsep tata ruang dalam rumah Bugis. Dalam sistim fisik konstruksi dan bahan bangunan yang digunakan terdapat suatu keragaman kerumitan alami dalam suatu hubungan yang saling berpengaruh serta membentuk keseimbangan dalam satu kesatuan sistem komposisi fasadnya. Dimana modul struktur alliri kearah panjang dan lebar bangunan tidak sama, jumlah alliri yang lebih banyak serta dimensi alliri yang lebih besar, sedangkan alliri posi bola tidak ada passu yang kesemuanya merupakan hegemoni kebangsawanan yang tetap dipertahankan, karena setiap elemen-elemen tersebut dapat mempengaruhi persepsi bagi yang melihat sebesar apa pengaruh seseorang dan setinggi apa status sosialnya dalam masyarakat Pada struktur dinding dan konstruksi ujung-ujung balok pattolok riawa serta arateng diukir dengan berbagai ragam hias ciri masing-masing daerah tempat rumah itu berada. Sedangkan Penggunaan timpa laja lebih dominan sebagai simbol derajat kebangsawanan pemiliknya. Dalam tatanan komposisi fasad dan elemen-elemen bentuk fasad setiap bangunan menyatakan hirarki melekat dalam fungsi-fungsi yang dimiliki, para pemakai yang dilayani, tujuan-tujuan atau arti yang disampaikan, lingkup atau konteks yang dipaparkan memunculkan karakter arsitektur budaya setempat dalam suatu komposisi bangunan dilingkungan mana berada dan siapa pemiliknya.

sumber intisari = Perpustakaan Pusat UGM

3 komentar:

  1. Inspiratif. Saya dalam project yang berkaitan, dan informasi serta penjelasan dari blog ini cukup komprehensif.

    BalasHapus
  2. boleh saya dapatkan floor plan rumah bugis?

    BalasHapus
  3. rumah adat suku bugis pada dasar nya seperti rumah panggung..


    http://www.marketingkita.com/2017/08/Manajemen-Sumber-Daya-Manusia-Dalam-Ilmu-Marketing.html

    BalasHapus